Senin, 29 Oktober 2012

Menunggumu



Aku relakan kali ini untuk tidak menantikan matahari terbenam walau cuaca sangat cerah. Aku memilih untuk menghabiskan sisa hari ini di sebuah warung dimana tatapan kita pernah saling beradu.
"Bu, tolong buatkan kopi" pintaku pada pemilik warung dipinggir jalan itu.
Obrolan ringan bersama ibu warung memecah kebisuan diantara bising kendaraan yang lalu lalang.
Berpuluh bahkan beratus kata telah menguap bersama kepulan asap kopi hangat yang menemani sedari tadi.
Berkali kali aku menoleh pada arah yang mungkin dirimu akan datang, tapi setiap aku menoleh aku tidak mendapati dirimu berada disana.
Aku menunggumu dalam ketidakpastian, sama seperti yang kau lakukan beberapa hari yang lalu. Sungguh lucu, kau dan aku berada dalam dua ruang berbeda tersekat oleh ruang ruang yang entah.
Kepulan asap dari secangkir kopi yang sudah tidak penuh itupun sudah berhenti. Mungkin matahari yang tampak dari tepian pantai sana sudah separuhnya terbelah oleh lautan. Jarum jam yang melingkar di pergelangan tangan kananku terus berdetak, hingga adzan maghrib dikumandangkan kau tak juga datang.
Aku hanya bisa tersenyum menutup hari, dan berharap engkau yang entah dimanapun tersenyum jua.
Dalam hal ini, tidak ada yang patut untuk dipersalahkan. Dan aku, akupun tidak menyalahkan siapapun dalam hal ini. Aku tidak menyalahkanmu, pun diriku sendiri karna kita memang tidak pernah punya kesepakatan atas 'hal bodoh' yang telah kita lakukan masing-masing.
Mungkin takdirlah yang kelak akan andil dalam pertemuan kita. Dan aku tidak pernah menyalahkan takdir. Karna takdir punya jalannya sendiri, dan aku punya cara tersendiri. Aku sadar, sepenuhnya sadar, bahwa rencana TUHAN lah yang pasti berlaku. Tapi aku tidak tahu rencana TUHAN, maka aku mengupayakan apa-apa yang baik bagiku dengan cara-cara yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak dengan berkomentar

Directory Kata

blog search directory Society Blogs