Sabtu, 11 Februari 2012

Hujan Kelam

Malam seperti tidak bersahabat. Berkali kali aku memnbolak-balikkan tubuhku yang terbaring di atas dipan kamarku, bersembunyi dibalik selimut biru bermotif teratai yang tngah mekar. Aku memaksa untuk memejamkan mataku, namun tak jua terlelap.

Berjam-jam aku berjibaku dengan diriku sendiri melewati malam yang terasa amat panjang. Aku bangkit dari tempat tidurku, menyibak gorden kamarku yang nampak hitam dibalut malam.

Aku menatap jauh keluar melalui jendela kaca dikamarku. Dan aku dapat menemui sumber suara yang mengiringi malamku. Hujan yang dari tadi turun belum juga reda. Sesekali tampak sinar berbentuk garis tak beraturan membelah lagit yang hitam diiringi suara yang menggelegar, merusak tenangnya gemericik air malam itu.

Pipiku terasa basah, sekujur tubuhku lemas. Aku menarik ujung gordin yang masih ada dalam genggaman tangan kananku agar pemandangan hujan malam itu enyah dari hadapanku.

Aku terduduk, menunduk, tak mau lagi melihat hujan malam itu. Namun suara yang sesekali menggelegar diantara gemuruh malam itu menyelinap masuk melalui tiap celah kamarku dan menghampiriku.

Entah perjanjian apa yang telah disepakati oleh hujan bersama malam. Entah perasaan apa yang menyelinap dalam hatiku. Terlalu sulit bagiku untuk mengatakannya. Haru memelukku dalam malam yang basah, dan suasana malam itu menyeretku ke lorong gelap menuju masa lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak dengan berkomentar

Directory Kata

blog search directory Society Blogs