Entah apa yang membuat aku tak pernah bosan memandang wajahnya, sepertinya ada candu yang membuatku terus ingin bersamanya. Sejujurnya aku ingin menatap dalam matanya, menyusurinya hingga ke ulu hatinya. Biar aku tahu apa sebenarnya yang ada disana.
Namun kini, rasanya sulit bagiku. Tak seperti dulu, ketika tawa dan canda menghiasi hari-hari kita. Ketika segala sesuatunya dirasa biasa saja. Mungkin saat itu kau belum tahu bahwa aku tak sendiri.
”Sejak kapan kamu bersama reva?” tatapannya jauh kedepan, sedang aku berada disampingnya.
”Dari mana kamu tahu soal itu” aku masih coba mengelak.
”Tidak terlalu penting sih, darimana aku
tahu”
”Sudah sejak lama, sebelum aku mengenalmu”
”Selama itu kah?”
”Ya, Bagaimana menurutmu?”
”Apaa?”
”Aku dan Reva”
”Serasi, sepertinya kalian cocok”
Pernyataaan yang datar itu terlempar dari bibirnya yang indah. Dengan tatapan yang sambil lalu kearah ku kemudian pandangannya terlempar ke antah berantah.
”Hampir semua orang bilang begitu,
Nov”
“Lalu kenapa?, bagus dong“
“Kenapa? Kamu bertanya kenapa?,sedang kamu sendiri tak pernah jujur pada dirimu sendiri“
“Apa maksudmu“
“Novi, aku disini, disampingmu, aku
bicara padamu, tatap aku“ Aku meraih pundaknya. Namun dia menunduk dan memberontak. Dia malah meninggalkanku beberapa langkah. Aku membiarkannya, sepertinya dia butuh ketenangan, begitu juga aku. Aku tak beranjak dari tempatku, seperti ada yang bergejolak dalam jiwaku, aku menarik napas dalam-dalam, aroma malam yang sunyi merasuk kedalam paru-paru, berhembus keseluruh aliran darahku.
Kemudian Hening.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak dengan berkomentar